BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tembakau (Nicotiana
tabacum L.) merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Tembakau banyak digunakan sebagai bahan baku rokok, kosmetik, dan obat-obatan
(Anonim, 2010a). Indonesia adalah salah satu penghasil daun tembakau dunia
dengan kontribusi sekitar 15000 ton daun tembakau atau 2,3% (FAO, 2002).
Jenis tembakau yang
ditanam di Indonesia, diantaranya tembakau Voor-Oogst (VO) yang
banyak ditanam di musim kemarau, dan tembakau Na-Oogst (NO)
yang banyak ditanam di musim hujan, dan tembakau cigarillo. Selain
itu juga ada jenis tembakau hisap dan kunyah (Anonim, 2010b). Sentra tembakau
Indonesia terbesar adalah di daerah Jember, Deli, dan Temanggung. Di Lampung,
luas perkebunan tembakau mencapai 229 hektar dengan produksi sebanyak 81 ton
daun kering (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, 2009).
Salah satu penyakit
penting tanaman tembakau adalah penyakit patik. Menurut Dalmadiyo (1999), lebih
dari 60% daun tembakau besuki rusak karena penyakit patik dengan kerugian lebih
dari 100 milyar rupiah. Sedangkan pada tembakau bawah naungan (TBN) kerugian
karena penyakit patik mencapai 100-125 milyar rupiah. Pada umumnya,
pengendalian yang dilakukan petani tembakau adalah sanitasi dan penggunaan
fungisida sintetik. Jenis fungisida sintetik yang umum digunakan adalah
fungisida dengan bahan aktif Mankozeb. Walaupun fungisida digunakan secara
intensif, namun penyakit patik pada tembakau masih terus berkembang. Disamping
itu, pengendalian dengan fungisida justru menimbulkan permasalahan baru seperti
patogen menjadi resisten, matinya organisme non target, pencemaran lingkungan,
dan berkurangnya keanekaragaman hayati (Djojosumarto, 2000).
Salah satu metode
pengendalian yang aman dan ramah lingkungan adalah pengendalian hayati dengan
jamur antagonis. Trichoderma merupakan salah satu jamur
antagonis yang saat ini banyak diteliti sebagai agensia pengendali hayati
(Agrios, 1995).
Potensi jamur Trichoderma spp.
sebagai agensia pengendali hayati sudah banyak dilaporkan. Beberapa penyakit
tanaman dapat dikendalikan dengan aplikasi jamur Trichoderma spp.
seperti penyakit busuk pangkal batang pada kedelai yang disebabkan Sclerotium
rolfssi Sacc. (Tindaon, 2008) dan penyakit layu daun pada tomat yang
disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum (Herlina, 2009).
Selain dapat
mengendalikan patogen tular tanah, Trichoderma spp. Juga
dilaporkan dapat mengendalikan patogen tular udara (air borne).
Efri et al., (2009) melaporkan bahwa aplikasi T.
harzianum pada daun jagung dapat mengendalikan penyakit bulai yang
disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. Bankole dan Adebanjo
(1996), melaporkan bahwa T. viride mampu mengendalikan
penyakit brown blotch pada kacang polong yang disebabkan oleh Colletotrichum
truncatum.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa Itu Sejarah dari adanya tembakau?
2.
Apa itu jenis dan daerah penghasil tembakau
3.
Apa itu Industri hasil tembakau
4.
Bagaimana Strategi dan Kebijakan industri tembakau?
5.
Aapa saja Permasalahan yang
dihadapi Industri Hasil Tembakau?
6. BagaimanaKontribusi terhadap
Devisa Negara?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan pembahasan ini untuk mengetahui
industri tembakau terutama industri tembakau di Indonesia. Hal ini berguna
sebagai sumber informasi pendukung dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Tembakau
Tembakau adalah hasil bumi yang diproses dari daun tanaman yang juga dinamai sama. Tanaman tembakau
terutama adalah Nicotiana tabacum dan Nicotiana
rustica,
meskipun beberapa anggota Nicotiana lainnya juga dipakai dalam tingkat sangat
terbatas.
Tembakau adalah produk pertanian semusim yang
bukan termasuk komoditas pangan, melainkan komoditas perkebunan. Produk ini dikonsumsi bukan untuk makanan
tetapi sebagai pengisi waktu luang atau "hiburan", yaitu sebagai
bahan baku rokok dan cerutu. Tembakau juga dapat dikunyah. Kandungan metabolit sekunder yang kaya juga
membuatnya bermanfaat sebagai pestisida dan bahan baku obat
Tembakau telah lama
digunakan sebagai entheogen di Amerika. Kedatangan bangsa Eropa ke Amerika Utara
memopulerkan perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang. Kepopuleran
ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat bagian selatan. Setelah Perang Saudara Amerika Serikat, perubahan dalam permintaan
dan tenaga kerja menyebabkan perkembangan industri rokok. Produk baru ini
dengan cepat berkembang menjadi perusahaan-perusahaan tembakau hingga terjadi
kontroversi ilmiah pada pertengahan abad ke-20.
Dalam Bahasa Indonesia
tembakau merupakan serapan dari bahasa asing. Bahasa Spanyol "tabaco"
dianggap sebagai asal kata dalam bahasa Arawakan, khususnya, dalam bahasa Taino di Karibia, disebutkan mengacu pada gulungan
daun-daun pada tumbuhan ini (menurut Bartolome
de Las Casas, 1552) atau bisa juga dari kata "tabago", sejenis
pipa berbentuk y untuk menghirup asap tembakau (menurut Oviedo, daun-daun
tembakau dirujuk sebagai Cohiba, tetapi Sp. tabaco (juga It. tobacco) umumnya
digunakan untuk mendefinisikan tumbuhan obat-obatan sejak 1410, yang berasal dari Bahasa Arab "tabbaq", yang dikabarkan ada sejak abad ke-9, sebagai nama dari berbagai jenis
tumbuhan. Kata tobacco (bahasa Inggris) bisa jadi berasal dari
Eropa, dan pada akhirnya diterapkan untuk tumbuhan sejenis yang berasal dari
Amerika.
B.
Jenis dan Daerah Penghasil Tembakau
Tembakau adalah produk yang
sangat sensitif terhadap cara budidaya, lokasi tanam, musim/cuaca, dan cara
pengolahan. Karena itu, suatu kultivar tembakau tidak akan menghasilkan
kualitas yang sama apabila ditanam di tempat yang berbeda agroekosistemnya. Produk tembakau sangat
khas untuk suatu daerah tertentu dan kultivar tertentu. Akibatnya, macam-macam
produk tembakau biasanya dinamai sesuai lokasi tanam.
Di Indonesia, macam-macam tembakau komersial yang baik
hanya dihasilkan di daerah-daerah tertentu. Kualitas tembakau sangat ditentukan
oleh kultivar, lokasi penanaman, waktu tanam, dan pengolahan pascapanen.
Akibatnya, hanya beberapa tempat yang memiliki kesesuaian dengan kualitas
tembakau terbaik, tergantung produk sasarannya.
Berdasarkan cara pengolahan pascapanen, dikenal
tembakau kering-angin (air-cured), kering-asap (fire-cured),
kering-panas (flue-cured), dan kering-jemur (sun-cured).
Macam-macam tembakau
kualitas tinggi di Indonesia
|
||
Macam/tipe
|
Daerah
|
Kegunaan
|
Deli
|
Deli
|
wrapper cerutu
|
Srintil
Temanggung
|
Temanggung,
Parakan, Ngadirejo
|
rokok
(rajangan), kunyah
|
Virginia-Vorstenlanden
|
Klaten,
Sleman, Boyolali, Sukoharjo
|
Sigaret
|
Vorstenlanden
|
Klaten,
Sleman
|
filler, binder,
dan wrapper cerutu
|
Madura
|
Madura
|
rajangan
rokok
|
Besuki
Voor-Oogst
(VO, "sebelum panen padi") |
Jember,
ditanam musim hujan,
panen awal kemarau |
rajangan
rokok
|
Besuki
Na-Oogst
(NO, "setelah panen padi") |
Jember,
ditanam akhir musim hujan,
panen akhir kemarau |
filler, binder,
dan wrapper cerutu
|
Virginia-Lombok
Timur
|
Lombok
Timur
|
rajangan
sigaret
|
Selain itu, terdapat
beberapa daerah penghasil tembakau kualitas menengah ke bawah, biasanya ditanam
untuk pasar domestik atau rokok kualitas rendah, tingwe ("linting
dhewe"), atau tembakau
kunyah, seperti tembakau
Kaponan dari Ponorogo.
C.
Industri Hasil Tembakau
Industri
Hasil Tembakau adalah sebuah roadmap mengenai regulasi yang berkaitan dengan semua produk
hasil tembakau di Indonesia. Industri Hasil Tembakau yang sering
disingkat IHT ini berisi panduan dan klasifikasi industri dan produk-produk
yang dihasilkan oleh industri tembakau di Indonesia, termasuk regulasi,
kebijakan pita dan cukai, strategi industri tembakau, dan lain
sebagainya.Industri Hasil Tembakau pertama kali dicetuskan oleh Direktorat
Jenderal Industri Agro Dan Kimia Departemen Perindustrian pada tahun 2009. Industri Hasil Tembakau mempunyai
peran cukup besar terhadap penerimaan negara melalui pajak dan cukai,
penyerapan tenaga kerja, penerimaan, dan perlindungan terhadap petani tembakau
dan dampak ganda lainnya. Pengembangan
IHT juga memperhatikan kesehatan masyarakat di samping tetap mengusahakan agar
industri dapat tumbuh dengan baik. IHT
merupakan industri yang padat karya, sehingga hingga saat ini IHT dan
keterkaitannya dengan hulu berupa pengadaan bahan baku, khususnya tembakau,
cengkeh, dan industri lainnya merupakan industri penyerap tenaga kerja
potensial.
Ø
Klasifikasi
Industri
Hasil Tembakau juga mengklasifikasikan atau mengelompokkan Industri Hasil
Tembakau menjadi tiga, yakni:
· Kelompok Industri Hulu
Dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2005, Industri Hasil Tembakau yang tergolong dalam Kelompok Industri
Hulu adalah Industri Pengeringan dan Pengolahan Tembakau (KBLI 16001).Yang termasuk dalam kelompok ini yaitu kegiatan usaha
dibidang pengasapan dan perajangan daun tembakau.
· Kelompok Industri Antara
Industri
Hasil Tembakau yang termasuk dalam kelompok Industri
Antara yaitu Industri
Bumbu Rokok serta kelengkapan lainnya
(KBLI 16009), meliputi: tembakau bersaus, bumbu rokok dan kelengkapan rokok
lain seperti klembak
menyan, saus rokok, uwur, klobot, kawung dan pembuatan
filter.
· Kelompok Industri Hilir
Industri
Hasil Tembakau yang termasuk dalam Kelompok Industri
Hilir meliputi: Industri
Rokok Kretek (KBLI 16002), Industri
Rokok Putih (KBLI 16003) dan Industri
Rokok lainnya (KBLI 16004) meliputi cerutu, rokok
klembak menyan dan rokok
klobot/kawung.
D. Strategi dan Kebejikan
Industri hasil
tembakau merupakan salah satu industri yang memberikan kontribusi yang cukup
besar bagi penerimaan negara dan juga memberikan kesempatan kerja yang cukup
luas bagi masyarakat. Namun disisi lain, industri hasil tembakau juga
memberikan efek negatif bagi aspek kesehatan masyarakat. Oleh karena itu,
setiap kebijakan terhadap industri hasil tembakau sepatutnya mempertimbangkan
beberapa aspek yang saling bertolak belakang tersebut. Dalam hal
ini, pemerintah telah memiliki suatu Roadmap Industri Hasil
Tembakau yang disusun secara bersama-sama antara para stake holder yang
berkepentingan.Garis besar tujuan kebijakan tarif cukai hasil tembakau tahun
2013 juga telah mempertimbangkan elemen yang terdapat dalam Roadmap dimaksud.
Dalam konteksi ini, rincian jangka waktu untuk mencapai tujuan tersebut di atas
diuraikan dalam urutan perencanaan sebagai berikut:
·
Tahun
2006-2010 : urutan prioritas pada aspek keseimbangan tenaga kerja,
penerimaan negara dan kesehatan masyarakat;
·
Tahun
2010-2015 : urutan prioritas pada aspek penerimaan negara, kesehatan
masyarakat, dan tenaga kerja;
·
Tahun
2015-2020 : urutan prioritas pada aspek kesehatan masyarakat, tenaga kerja
dan penerimaan negara.
·
Visi
dan Arah Pengembangan Industri Hasil Tembakau
Terwujudnya Industri Hasil Tembakau yang kuat dan
berdaya saing di pasar dalam negeri dan global dengan memperhatikan aspek kesehatan.
Arah Kebijakan:
Dalam rangka tercapainya sasaran pengembangan Industri Nasional melalui triple track (pro-growth, pro-job, pro-poor), maka kebijakan
pengembangan IHT diarahkan pada: * Penciptaan kepastian berusaha dan iklim
usaha yang kondusif; * Pertumbuhan dalam jangka pendek (s/d 2009) diutamakan
untuk IHT menggunakan tangan (SKT); * Peningkatan ekspor;
* Pengenaan cukai yang terencana, kondusif dan
moderat.
Indikator Pencapaian:
·
Meningkatnya
produksi rokok menjadi 240 miliar batang pada tahun 2010 dan tahun 2025 sebesar
260 miliar batang;
·
Meningkatnya
nilai ekspor tembakau sebesar 15%/tahun dari US $397,08 juta pada tahun 2008
menjadi US $ 1.056,24 juta pada tahun 2015;
Meningkatnya nilai
ekspor rokok dan cerutu sebesar 15%/tahun dari US $ 401,44 juta pada tahun 2008
menjadi US $ 1.067,84 juta pada tahun 2015; * Meningkatnya ekspor tembakau dan produk hasil tembakau khususnya ke
negara-negara yang sedang berkembang, Eropa (cerutu dan tembakau), Ex-Uni Soviet, Afrika, Amerika dan Asia; *Terciptanya jenis/varietas tanaman tembakau dan
produk IHT yang memiliki tingkat risiko rendah terhadap kesehatan; dan
*Berkurangnya produksi dan peredaran rokok ilegal*
E.
Permasalahan yang dihadapi
Industri Hasil Tembakau
Industri
Hasil Tembakau (IHT) sampai saat ini masih memiliki peran penting dalam
menggerakan ekonomi nasional terutama di wilayah penghasil tembakau, cengkeh
dan sentra-sentra produksi rokok, antara lain dalam menumbuhkan industri/jasa
terkait, penyediaan lapangan agribisnis dan penyerapan tenaga
kerja. Dalam situasi krisis ekonomi, IHT tetap mampu bertahan dan tidak melakukan
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), bahkan industri ini mampu memberikan sumbangan
yang cukup signifikan dalam penerimaan negara.Dalam pengembangannya, aspek
ekonomi masih menjadi pertimbangan utama dengan memperhatikan pula dampak
kesehatan yang ditimbulkan.
Industri
Hasil Tembakau mendapatkan prioritas untuk dikembangkan karena mengolah sumber
daya alam, menyerap tenaga kerja cukup besar baik langsung maupun tidak
langsung sehingga memberikan sumbangan dalam penerimaan negara (cukai). Namun, IHT dewasa ini
dihadapkan pada berbagai permasalahan antara lain isu dampak merokok terhadap
kesehatan baik di tingkat global yang disponsori oleh WHO sebagaimana tertuang
dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau dan di tingkat nasional pengendalian produk tembakau tertuang dalam PP No.19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi
Kesehatan. Di samping itu, IHT
juga dihadapkan pada masalah kebijakan
cukai yang tidak terencana dengan
baik, tidak transparan dan lebih berorientasi pada upaya peningkatan pendapatan
negara tanpa mempertimbangkan kemampuan industri rokok dan daya beli masyarakat
ditambah dengan maraknya produksi dan peredaran rokok ilegal.Selain, itu juga
permasalahan utama industri tembakau adalah belum terwujudnya iklim kompetisi
yang terdistorsi, jumlah pasokan tembakau yang tidak memenuhi kebutuhan dan
mutunya rendah. Masing-masing
permasalahan menjadikan penampilan IHT saat ini belum optimal. Iklim kompetisi yang tidak terkendali
mengakibatkan IHT, khususnya industri rokok kelas menengah memerlukan
perlindungan dari pemerintah agar dapat berkembang. Serta bahan baku utama IHT (tembakau
dan cengkeh) masih belum memiliki standar spesifikasi teknis seperti yang diperlukan
indusrti.Konsekuensinya, industri harus menanggung biaya pengelompokan ulang
agar dapat dimanfaatkan secara benar dalam proses industri.
F. Kontribusi terhadap
Devisa Negara
Sebagai
salah satu sumber penerimaan negara, cukai mempunyai konstribusi yang sangat
penting dalam APBN khususnya dalam kelompok Penerimaan Dalam Negeri. Penerimaan cukai dipungut dari 3
(tiga) jenis barang yaitu; etil alkohol, minuman mengandung etil alkohol
dan hasil tembakau terhadap penerimaan negara yang tercermin pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara selalu meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun anggaran 1990/1991,
penerimaan cukai hanya sebesar Rp 1,8 triliun atau memberikan kontribusi sekitar
4 persen dari penerimaan dalam negeri, pada tahun anggaran 1999/2000 jumlah
tersebut telah meningkat menjadi Rp 10,4 triliun atau menyumbang sebesar 7,3
persen dari penerimaan dalam negeri. Pada
tahun anggaran 2003, penerimaan cukai ditetapkan sebesar Rp 27,9 triliun atau
sebesar 8,3 persen dari penerimaan dalam negeri. Indonesia menyumbang 2,1% dari
persediaan tembakau di seluruh dunia.
Industri Hasil Tembakau berkontribusi bagi penerimaan negara melalui cukai. Dari sisi penerimaan negara berupa devisa, nilai ekspor tembakau dan hasil tembakau juga memegang peranan yang cukup penting Industri Hasil Tembakau memiliki sumbangan yang besar terhadap penyerapan tenaga kerja juga sebagai salah satu objek yang dapat dijadikan sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah yang berkaitan dengan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau. Lebih khusus, Industri Rokok telah memberikan kontribusi terbesar terhadap APBN Indonesia dengan nilai kontribusi cukai selama setahun sebesar 35 trilyun rupiah dengan total produksi sebesar 180 miliar batang (Data Gapri ytd September 2008). Industri rokok cukup menjanjikan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 5-7%/ tahun (TEMPO Interaktif, 10 Desember 2008). Dengan jumlah produksi sebesar itu bila dikonversikan dengan jumlah konsumen maka terdapat sekitar 41 juta orang (dengan asumsi rata-rata perokok menghabiskan 1 bungkus/hari)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa
struktur indrustri rokok (rokok kretek) di Indonesia bersifat oligopoly. Hal
ini terlihat jelas dengan adanya 4 perusahaan rokok besar yang memiliki pangsa
pasar lebih dari 40%.
B. Saran
Diperlukan pembelajaran lebih lanjut terhadap metoda
pengklasifikasian struktur suatu industri atau perusahaan. Baik melalui
pendekatan indikator konsentrasi perusaha
DAFTAR PUSTAKA
Wikipedia. Industri hasil
Tembakau. Online: http://id.wikipedia.org/wiki/industri_Hasil_Tembakau diakses: 25 des
Linked in. 2016. Asal- usul
tembakau sejarahnya. Online: https://id.linkedin.com/pulse/asal-usul-tembakau-dan-sejarahnya-herbal-seller diakses :25 des
Wikipedia. Tembakau. Online:
https://id.wikipedia.org/wiki/Tembakau#Jenis_dan_daerah_penghasil_tembakau diakses :25 des
Info Agri. 2014. Tanaman
Tembakau. Online: http://berrydhiya.blogspot.co.id/2014/04/tanaman-tembakau.html diakses 25 des
Tidak ada komentar:
Posting Komentar